Nama Sriwijaya diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata ‘Sri’ yang berarti cahaya dan ‘Wijaya’ yang artinya kemenangan. Jadi, arti namanya adalah kemenangan yang gemilang.
Sebagai negara maritim, berdirinya Kerajaan Sriwijaya kemudian memberikan pengaruh besar di nusantara. Kerajaan Sriwijaya diketahui berdiri pada abad ke- 7 dan pendirinya disebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Pada masa kejayaannya, Sriwijaya mengontrol perdagangan jalur utama. Selat Malaka dan daerah kekuasaannya meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan sebagian Jawa. Selain itu, kebesarannya juga dapat dilihat dari keberhasilan kerajaan itu di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi. Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Masa Kerajaan Sriwijaya
Raja Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak kegemilangannya pada abad ke-8 dan ke-9. Namun, pada dasarnya, kerajaan ini mengalami masa kekuasaan yang gemilang sampai ke generasi Sri Marawijaya. Hal itu disebabkan raja-raja setelah Sri Marawijaya sudah disibukkan dengan peperangan melawan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan dengan melawan Kerajaan Cola (India) pada 1017 hingga 1025 Raja Sri Sanggramawijaya berhasil ditawan.
Pada masa kekuasaan Balaputradewa sampai dengan Sri Marawijaya, Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan antara India dan Tiongkok. Selain itu, seperti yang dilansir dari buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya Deni Prasetyo, mereka berhasil memperluas kekuasaan hingga Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Untuk menjaga keamanan itu, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Sehingga kapal-kapal asing yang ingin berdagang di Sriwijaya merasa aman dari gangguan perompak. Hingga lambat laun, Sriwijaya berkembang menjadi negara maritim yang kuat. Pusat Kerajaan Sriwijaya / Letak Kerajaan Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G Coedes pada 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya. Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. Sebab para ahli ada yang menyimpulkan bahwa Sriwijaya berpusat di Kedah, kemudian Muara Takus, hingga menyebut kota Jambi.
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Keruntuhan kerajaan sriwijaya disebakan oleh beberapa faktor, antara lain
1. Raja yang tidak dapat memimpin dengan baik Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang pertama adalah karena setelah Raja Balaputradewa tidak ada raja lain yang mampu memimpin dengan baik. Setelah wafatnya Raja Balaputradewa pada 835 M, Kerajaan Sriwijaya hampir tidak menemukan lagi sosok raja yang mampu memimpin kerajaan tersebut dengan adil dan juga bijaksana. Penyebab ini secara perlahan-lahan menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu kepemimpinan raja yang saat itu berkuasa, ditambah lagi adanya faktor atau kejadian lain seperti serangan dari kerajaan lain serta terjadi suatu pemberontakan menyebabkan Kerajaan Sriwijaya semakin terpuruk.
2. Jauhnya letak Kota Palembang dari lautan Selain karena faktor internal kerajaan, faktor letak Kota Palembang yang semakin menjauh dari laut juag menjadi penyebab berikutnya. Adanya proses pengendapan lumpur yang terjadi di Muara Sungai Musi, menyebabkan proses pendangkalan dasar sungai pada Sungai Musi semakin cepat. Sungai Musi yang dangkal menyebabkan kapal-kapal dagang yang beraktifitas tidak bisa lagi singgah untuk melakukan transaksi ataupun kegiatan perdagangan di pusat kota. Hal ini membuat pendapatan dari Kerajaan Sriwijaya menjadi sangat menurun. Padahal, pendapatan dari pajak pedagang yang bertransaksi di pusat kota merupakan sumber pendapatan paling besar bagi kerajaan Sriwijaya, dengan dana tersebut digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan pada saat itu.
3. Kurangnya aktivitas perdagangan Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah karena kurangnya aktivitas kapal dagang yang singgah sehingga membuat perekonomian kerajaan kian menurun dan membuat kesejahteraan masyarakat juga kian terpuruk yang mempengaruhi hampir semua sektor kerajaan. Hal ini disebabkan oleh semakin jauhnya Kota Palembang dari posisi laut yang menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak strategis lagi. Hal tersebut membuat kapal-kapal dagang lebih tertarik untuk singgah di tempat yang lain. Hal ini sangat berdampak bagi runtuhnya kerajaan Sriwijaya, dimana karena adanya faktor ini kegiatan perdagangan berkurang serta pendapatan kerajaan dari hasil pajak menjadi turun ataupun berkurang.
4. Sektor militer melemah Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya adalah karena melemahnya kekuatan kerajaan Sriwijaya di sektor militer. Lemahnya sektor militer ini diakibatkan karena adanya konflik faktor internal dalam kerajaan Sriwijaya. Melemahnya kekuatan militer ini membuat banyak wilayah yang telah ditaklukan, satu persatu melepaskan diri. Melemahnya militer kerajaan juga membuat kerajaan lain berani untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya hingga membuat mereka semakin melemah.
5. Banyak wilayah kekuasaan melepaskan diri Banyaknya wilayah kekuasaan yang melepaskan diri menjadi penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya. Selain karena melemahnya militer, faktor lainnya adalah banyaknya wilayah kekuasaan dari kerajaan sriwijaya yang melepaskan diri akibat dari lemahnya perekonomian yang disebabkan oleh menipisnya pendapatan dari pajak serta kurang baiknya pemimpin dari kerajaan Sriwijaya. Selain itu, kekuatan militer serta kontrol dari kerajaan sangatlah lemah sehingga wilayah-wilayah yang pada asalnya merupakan taklukan Kerajaan Sriwijaya bergerak dan menjadi kerajaan sendiri. Salah satu kerajaan dari salah satu wilayah Kerajaan Sriwijaya yang melepaskan diri yaitu Jambi, Klantan, Pahang, serta Sunda. Hal itu membuat keadaan ekonomi kerajaan Sriwijaya menjadi semakin parah, dimana biasanya kerajaan-kerajaan tersebut memberikan setoran pajak, setelah melepaskan diri setoran pajak tersebut tidak didapatkan lagi oleh Kerajaan Sriwijaya.
6. Pesatnya perkembangan agama Islam Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya adalah karena pesatnya perkembangan agama Islam. Pesatnya perkembangan agama Islam terjadi di abad 12 M. Saat itu pengaruh islam semakin lama semakin berkembang di nusantara. Pada abad 12 M tersebut juga terdapat kerajaan bercorak islam seperti Kerajaan Aceh, Samudra Pasai, dan Malaka. Kerajaan-kerajaan tersebut sudah mulai menguasai sebagian wilayah dari kerajaan Sriwijaya. Hal inilah yang semakin membuat kerajaan Sriwijaya semakin tak berdaya hingga akhirnya runtuh.
7. Adanya serangan dari kerajaan lain Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah karena adanya serangan serangan dari kerajaan lain yang berada di sekitar kerajaan sriwijaya itu sendiri. Salah satu kerajaan yang menyerang kerajaan sriwijaya terjadi pada tahun 992 M yaitu dari kerajaan Medang dan banyak lagi serangan lainnya. Puncaknya adalah pada 1377 M, yaitu saat adanya serangan dan pendudukan yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Kerajaan Sriwijaya, dimana serangan yang saat itu dipimpin oleh Adityawarman dilakukan atas perintah dari Gadjah Mada dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan dari nusantara.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya / Prasasti
Di balik keruntuhan tersebut, kerajaan Sriwijaya memiliki peninggalan kerajaan. Terdapat sejumlah peninggalan kerajaan Sriwijaya yang belum diketahui oleh orang banyak. Dirangkum dari laman Gramedia, berikut 10 peninggalan Kerajaan Sriwijaya mulai dari prasasti hingga candi
1. Prasasti Kedukan Bukit Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang pertama ini yaitu Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti tersebut ditemukan di tepi sungai Batang, Kedukan Bukit, Kota Palembang. Pada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu terdapat angka tahun yakni 686 masehi yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Di dalam prasasti Kedukan Bukit berisi ungkapan mengenai Dapunta Hyang yang menaiki perahu dan mengisahkan mengenai kemenangan Sriwijaya.
2. Prasasti Kota Kapur Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kedua ini yaitu prasasti Kota Kapur. Prasasti itu ditemukan di Pulau Bangka sebelah Barat yang isinya mengenai kutukan untuk orang yang berani melanggar perintah dari Raja Sriwijaya.
3. Prasasti Telaga Batu Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ketiga ini yaitu prasasti Telaga Batu. Prasasti tersebut ditemukan di Kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang. Di dalam prasasti Telaga Batu berisi tentang kutukan untuk orang-orang jahat yang berada di wilayah kerajaan Sriwijaya.
4. Prasasti Karang Berahi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang keempat ini yaitu prasasti Karang Berahi. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Karang Berahi, Merangin, Jambi. Didalam prasasti Karang Berahi isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.
5. Prasasti Palas Pasemah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kelima ini yaitu prasasti Palas Pasemah. Prasasti tersebut ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Di dalam prasasti Palas Pasemah berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.
6. Prasasti Talang Tuo Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya ini yaitu prasasti Talang Tuo. Di dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut berisi mengenai doa Buddha Mahayana dan kisahnya mengenai pembangunan taman dari Sri Jayanasa.
7. Prasasti Hujung Langit Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya ini yaitu prasasti Hujung Langit. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung. Di dalam prasasti Hujung Langit terdapat sebuah angka tahun yakni 997 masehi.
8. Prasasti Ligor Selain prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang telah disebutkan di atas terdapat juga peninggalan kerajaan sriwijaya lainnya yaitu prasasti Ligor. Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut ditemukan di wilayah Thailand sebelah Selatan oleh seorang bernama Nakhon Si Thammarat. Di dalam prasasti Ligor berisi mengenai kisah seorang Raja Sriwijaya yang membangun Tisamaya Caitya untuk Karaja.
9. Prasasti Leiden Tidak hanya prasasti Ligor, Talang Tuo, Hujung Langit, Palas Pasemah, Karang Berahi, Kota Kapur, Telaga Batu, dan Kedukan Bukit saja, terdapat juga peninggalan Kerajaan Sriwijaya lainnya yaitu prasasti Leiden. Di dalam prasasti ini tertulis bahasa Sanskerta pada lempengan tembaganya. Serta tertulis bahasa Tamil dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut yang mengisahkan mengenai hubungan dinasti Cola terhadap dinasti Syailendra dari Sriwijaya.
10. Candi Muara Takus Peninggalan Kerajaan Sriwijaya tidak hanya memiliki peninggalan berupa prasastinya yang cukup banyak tetapi juga memiliki candi. Terdapat peninggalan Kerajaan Sriwijaya berupa candi yang bernama Muara Takus. Candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditemukan di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Candi Muara Takus mempunyai corak Budha yang khas dengan beberapa susunan stupa. Di dalam halaman candi ini pun terdapat candi dengan nama Candi Bungsu, Candi Sulung, Stupa Palangka, dan Stupa Mahligai.
Tidak ada komentar